Komposter 101 - Cara Membuat Komposter Skala Rumah Tangga - Sederhana, Mudah, Murah
Tuesday, February 05, 2019Komposter Untuk Pemula - Sederhana, Mudah, Murah |
Waktu pertama kali belajar pengelolaan sampah, membuat kompos adalah salah satu hal yang tidak saya perhitungkan. Memang apa masalahnya dengan sampah-sampah organik? Bukankah mereka tidak berbahaya seperti hal nya sampah-sampah plastik?
Well, ternyata, persepsi saya saat itu super ngawur. Maklum, masih kurang ilmu.
Beruntung, saya segera kembali ke jalan yang benar. Perkenalan dengan bahayanya sampah organik pun dimulai. Entah itu dari membaca beragam artikel, maupun sekadar sharing dengan teman. Ternyata bila tidak dikelola dengan benar, sampah organik bisa menghasilkan gas methane, penyebab pemanasan global. Inilah yang membuat es di kutub mencair, permukaan air laut naik, cuaca ekstrem, dll.
Tapiii.. tanpa perlu pusing-pusing memikirkan dampak besar ini, sebenarnya akibat lain dari sampah organik sudah nyata di depan mata dan hidung kok. Selain menciptakan pemandangan tak sedap, bau nya pun bikin mual dan pusing kepala. Kalau kapan-kapan teman-teman mampir ke Bantar Gebang, Bekasi, pasti nggak akan tahan dengan bau di sana sekalipun sudah memakai masker berlapis-lapis.
KOMPOSTER SOLUSINYA
Tanpa disadari, selama ini kita sudah berbuat zalim kepada bumi, juga ke saudara-saudara kita yang tinggal di area dekat tempat pembuangan sampah. Sampah-sampah yang kita hasilkan hanya kita pindahkan ke dekat rumah mereka, bukan dikelola dengan benar.
Namun bukan berarti kita tidak bisa memperbaiki kondisi ini. Salah satu solusi yang dapat kita lakukan adalah dengan membuat komposter. Jadi nanti, sampah-sampah organik rumah tangga yang kita hasilkan, kita olah secara mandiri di komposter ini.
Bayangkan jika komposter menjadi barang wajib yang ada di setiap rumah, pasti volume sampah yang dikirim ke tempat pembuangan sampah akhir pun akan berkurang drastis. Dalam sebulan saja, rata-rata saya menghasilkan sekitar 8-10kg sampah organik. Atau sekitar 120kg/tahun. Itu baru sampah dari satu kepala keluarga dengan satu anak.
KENALAN DENGAN KOMPOSTER YUK!
Dari tanah kembali ke tanah. Filosofi inilah yang membuat saya jatuh cinta pada komposter dan kegiatan membuat kompos. Karena begitulah seharusnya alam bekerja. Ya kan?
Pada dasarnya, komposter adalah alat untuk menguraikan sampah-sampah organik (sisa-sisa makhluk hidup) menjadi kompos/pupuk organik yang bermanfaat bagi lingkungan. Emisi berbahaya dari sampah organik akan jauh berkurang jika dikelola dengan cara seperti ini.
Kompos bisa membantu memperbaiki struktur tanah, juga mendorong pertumbuhan bakteri baik yang memecah bahan organik menjadi humus. Masih ingat dong humus itu apa? 😉
Jadi intinyaa... jika dikelola dengan bertanggung jawab, sampah-sampah organik ini justru akan menjadi produk yang sangat bermanfaat.
Cara kerja komposter sendiri bermacam-macam, jadi jangan heran dan bingung kalau nanti teman-teman melihat komposter dengan beragam nama dan rupa di internet. Ada yang komposternya dibuat berlubang (dikenal dengan sistem aerob), karena memanfaatkan bakteri baik yang memerlukan oksigen untuk bekerja mengurai sampah. Ada juga yang tanpa lubang dan harus tertutup rapat (anaerob) karena memanfaatkan bakteri yang justru tidak suka hidup di lingkungan yang kaya oksigen. Bahkan, terdapat juga komposter yang menggunakan cacing jenis red wriggler dan belatung dari jenis lalat black soldier sebagai makhluk hidup pengurainya.
Jijik ya? Tenang...komposter yang saya kemukakan sekarang tidak melibatkan kedua makhluk terakhir tadi kok. Caranya juga mudah dan biaya yang dikeluarkan sangat minimal. Cocok sekali untuk pemula yang masih maju mundur berkomposter ria dan nggak mau mengeluarkan budget besar karena takut gagal.
LAPIS-MELAPIS
Pada dasarnya, komposter yang akan kita buat bagian dalamnya tampak seperti gambar di bawah ini. Berlapis-lapis seperti membuat kue lapis, atau bahkan lasagna :)
Bedanya, bahan-bahan utamanya menggunakan material organik yang terdiri dari karbon dan nitrogen.
Lapisan/layer pada komposter |
Nah, sekarang apa saja sih contoh dari material karbon dan nitrogen tersebut?
Contoh Material Karbon:
- Sekam bakar/sekam biasa
- Daun Kering
- Serutan Kayu
- Jerami Kering
- Koran
- dll
Contoh Material Nitrogen:
- Sisa kulit buah
- Sisa potongan sayuran
- Ampas teh dan kopi
- Kulit telur
- dll
Kita cukup sediakan salah satu material karbon saja, tergantung budget dan ketersediaan di daerah masing-masing. Sedangkan material nitrogennya, bisa disesuaikan dengan jenis sampah yang nantinya dihasilkan oleh dapur kita.
Untuk perbandingan antara banyaknya karbon dan nitrogen, secara scientific idealnya adalah 30:1. Tapi untuk pembuatan komposter ini sejujurnya saya tidak pernah hitung-hitung, cukup kira-kira saja. Karena kandungan karbon dan nitrogen di setiap material yang dimasukkan itu berbeda-beda.
Yang penting total material karbon, kompos dan tanahnya lebih banyak daripada sampah organik yang kita masukkan. Hal ini untuk menghindari komposter berbau busuk.
LET’S START COMPOSTING!
STEP 1: SIAPKAN EMBER, BERI LUBANG
Step 1 - Cara membuat komposter sederhana, Mudah, Murah |
Pada contoh ini, saya menggunakan ember cat bekas yang telah dibersihkan. Kalau tidak punya, boleh menggunakan toples bekas, ember bekas, kaleng bekas atau wadah apapun yang kita miliki di rumah. Usahakan memilih wadah yang ada tutupnya ya.
Jika tidak ada wadah berukuran besar, dapat juga menggunakan wadah yang lebih kecil. Tapi berarti nanti daya tampung sampahnya hanya sedikit. Baru seminggu mungkin sudah penuh. But...It’s okay, yang penting kita action belajar membuat komposter dulu :)
Setelah menemukan wadah yang tepat, lubangi bagian atas dan sampingnya (bisa dengan solder, bor/drill, paku dll). Lubang ini fungsinya untuk memberikan oksigen pada bakteri-bakteri di komposter agar tetap hidup, bereproduksi dan bekerja menguraikan sampah-sampah kita :)
$$$ BUDGET: Rp 0
STEP 2: MASUKKAN MATERIAL KARBON
Masukkan material karbon (saya menggunakan sekam bakar) di bagian paling bawah komposter. Fungsinya untuk menyerap kelembapan.
|
$$$ BUDGET: Rp 5000 (Beli sekam bakar di penjual tanaman)
STEP 3: MASUKKAN TANAH + KOMPOS
|
Masukkan kompos yang sudah dicampur dengan tanah (opsional, bisa komposnya saja tanpa tanah, atau tanahnya saja tanpa kompos). Saya pakai keduanya.
$$$ BUDGET: Rp 5000 (Beli kompos di penjual tanaman. Sedangkan tanah sudah ada di rumah. Jika tidak punya, bisa beli di toko tanaman.)
STEP 4: MASUKKAN MATERIAL NITROGEN (SAMPAH ORGANIK)
Masukkan sampah organik dapur yang sudah dicacah untuk mempercepat proses penguraian.
Sebaiknya jangan masukkan unsur hewani seperti tulang ayam mentah, kepala ikan, dll karena biasanya akan mengundang tikus. Selain itu, sampah jenis ini juga berpotensi menyebarkan patogen penyebab penyakit.
|
Lapisi sampah organik yang dimasukkan tadi dengan tanah dan kompos sampai seluruh permukaannya tertutup rata.
|
Tutup kembali dengan material karbon yang tersedia.
Setelah semua layer selesai, tinggi lapisan ini kira-kira akan ½ dari tinggi wadah yang kita gunakan
|
Siram dengan air cucian beras secukupnya (bisa juga dengan air gula merah atau produk aktivator yang dijual bebas di toko tanaman seperti EM-4) tapi jangan sampai terlalu basah. Cukup sekadar lembab saja. Jangan pula sampai terlalu kering. Gunanya mempertahankan kelembapan ini adalah untuk mengaktivasi mikroorganisme pengurai.
Setelah disiram, tutup komposter dan letakkan di tempat yang diinginkan (saya letakkan di teras rumah, di bagian yang tidak terkena hujan maupun panas matahari langsung).
Step 7 - Cara membuat komposter sederhana, Mudah, Murah |
SELANJUTNYA APA?
Setelah mengikuti langkah-langkah di atas, biasanya saya akan mendiamkan komposter tersebut selama dua hari. Setelah itu, saya mulai memasukkan sampah-sampah baru yang telah dicacah.
Komposter akan saya aduk secara berkala untuk memastikan seluruh bagian kompos mendapatkan oksigen dengan baik. Selain itu, saya juga menjaga kelembapan kompos dengan cara memberikan sedikit air cucian beras/cairan aktivator lain bila kompos dirasa terlalu kering.
Sebaliknya, bila kompos terlalu basah atau terlalu banyak material nitrogen (sampah dapur), maka saya akan menambahkan sekam/material karbon lain.
KOMPOSTER PENUH & MASA PANEN
Jika komposter sudah penuh, maka inilah saatnya kita menunggu masa panen :)
Diamkan komposter sambil sesekali diaduk dan diperiksa kadar kelebapannya. Masa tunggu panen ini akan berbeda-beda pada tiap komposter. Tergantung sampah apa yang kita masukkan dan sebesar apa ukurannya. Ada yang dua minggu sudah panen, namun banyak juga yang menunggu hingga berbulan-bulan.
Yang jelas, jika sampah-sampah organik sudah tidak terlihat bentuk aslinya lagi, warnanya telah cokelat kehitaman, dan baunya seperti tanah, berarti kompos kita sudah jadi :)
Oiya, saat panen, jangan ambil semua kompos ya. Sisakan sekitar ⅓ nya agar bisa digunakan kembali untuk mengurai sampah-sampah organik kita 😉.
Happy Composting!
#sayapilihbumi
11 comments
Iya, mbak.. saya dulu mengira yang jadi masalah itu hanya sampah plastik saja. Ternyata perlu juga ya mengolah sampah organik. Jadi pengen nih belajar membuat komposter
ReplyDeleteYees.. asik loh mbak ngompos.. bikin ketagihan. Apalagi pas ngeliat sisa organik berubah jd pupuk... Masha Allah, serasa udah ngebantu siklus alam.. hihi.
Deletemakasih niy mbak sharingnya, mo dicoba2 deh di rumah..semoga bisa hehehe
ReplyDeleteYeaaay.. semoga bermanfaat ya mbak.. :)
DeleteKalo untuk sampah hewani (tulang ayam, ikan, sapi, dsb) kira2 cara ngolahnya gmn ya kak? Dikompos juga?
ReplyDeleteAku pribadi nggak pernah taro di komposter ini. Tapi tmnku ada bikin komposter sejenis pakai wadah yang jauh lbh besar, trs fine2 aja masukin tulang belulang matang. Oiya, pakai lubang biopori jg bisa loh utk sampah tulang2 itu.
Deletepemasukan sampah organiknya dilakukan setiap hari bu?
ReplyDeleteKapanpun boleh ya.. yg penting diaduk2 dan ditambah unsur cokelat supaya tdk bau dan terlalu basah
DeleteMbak, komposnya menghasilkan air lindi atau pupuk cair kah? dikeluarkannya bagaimama? Hrs pakai keran kah diembernya? Terima kasih
ReplyDeleteDi bagian bawahnya nggak saya ksh lubang mbak, jd dia nggak menghasilkan pupuk cair, hanya padat saja.
DeletePenjelasan yang mendetil, keren kak
ReplyDelete