Mewujudkan Mimpi Industri Tempe yang Berkelanjutan Ala Benny Santoso, Sang Tempeman dari Bali
Tuesday, November 05, 2024![]() |
Benny Santoso, pendiri Tempeman. Penerima penghargaan Semangat Astra Terpadu (SATU) Indonesia Awards tahun 2021. Foto: Dokumentasi Tempeman |
Selayaknya dunia fiksi yang sering ditimpa masalah, dunia nyata yang kita huni pun tak lepas dari problematika. Namun, berbeda dengan semesta fiksi yang hanya memerlukan satu pahlawan super, dunia nyata justru membutuhkan jutaan pahlawan lokal yang bersatu menumpas berbagai persoalan besar.
***
Di pulau Dewata, ada satu pahlawan lokal yang patut kita apresiasi. Dialah Benny Santoso, atau dikenal dengan sapaan Tempeman. Selama delapan tahun terakhir, pemuda berusia 29 tahun ini tidak hanya menekuni bisnis pangan, tetapi juga berkontribusi menanggulangi berbagai isu penting di masyarakat dengan cara-cara berkelanjutan. Menariknya, senjata utamanya cuma satu: tempe.
Di tangan inovatif nya, industri tempe mengalami transformasi signifikan. Ia bekerja sama dengan petani, pelaku industri hotel dan restoran, serta kedai-kedai artisan di Bali. Bersama mereka, Benny berusaha mendobrak cara-cara lama tanpa mengabaikan identitas tempe sebagai bagian dari budaya Indonesia. Cita-citanya? Ia ingin tempe Indonesia melanglang buana ke mancanegara dan mengangkatnya ke tempat yang semestinya.
Perjalanan Benny Santoso, Sang Tempeman
Seperti pahlawan super Spider-Man yang menemukan kekuatannya setelah bertemu laba-laba radioaktif, Benny menemukan jati dirinya sebagai Tempeman ketika ia mulai menjajal usaha tempe rumahan pada tahun 2016. Saat masih berkuliah di jurusan tata boga, ia bereksperimen membuat tempe dari campuran kedelai lokal dan keju parmigiano-reggiano dari Italia. Tidak disangka, perpaduan rasanya kompak. Padahal kedua bahan tersebut berasal dari benua yang berbeda.
![]() |
Kit pembuatan tempe keju ala Tempeman. Foto: Dokumentasi Tempeman. |
Seperti pemuda pada umumnya, setelah menjadi sarjana, Benny sempat bingung menentukan masa depan. Ia pun menjajal berbagai pekerjaan, sambil mengumpulkan ilmu dan mencari panggilan diri yang sesungguhnya. Pada akhirnya, ia memilih untuk mendirikan bisnis bernama IniTempe Bali. Di sinilah ia menumpahkan kreativitas dan imajinasinya yang tiada batas. Ide-ide segarnya tercermin dalam produk-produk unik yang dihasilkannya, mulai dari kue kering berbahan baku tempe, cokelat tempe, hingga gelato tempe. Belakangan, merek IniTempe Bali diubah menjadi Tempeman, sesuai dengan nama panggilannya.
![]() |
Beberapa produk inovatif yang dibuat oleh Tempeman. Foto: Dokumentasi Tempeman. |
Meskipun beberapa produk terdengar nyeleneh, Benny tidak sekadar menjajakan keunikan itu sebagai umpan. Sebaliknya, ia mengembangkan setiap produk dengan dedikasi dan kesungguhan. Pria kelahiran 2 Oktober 1995 ini bahkan berkolaborasi dengan Gelato Secret, kedai gelato artisan di Bali, untuk menghasilkan produk gelato dengan topping tempe yang bisa dinikmati semua orang.
![]() |
Tempeman bekerja sama pengan Gelato Secret, kedai gelato artisan di Bali untuk membuat gelato rasa tempe daun jeruk yang unik. Foto: Dokumentasi Tempeman dan Gelato Secret. |
Inovasi Bahan Baku Tempe untuk Kedaulatan Pangan
Bersama 14 orang anggota timnya, Benny tidak hanya membuat olahan tempe unik, tetapi juga bereksperimen dengan bahan baku alternatif. Mereka menggunakan kacang hijau, kacang koro, kedelai hitam, biji nangka, dan masih banyak lagi. Menurut Benny, ada banyak potensi kacang-kacangan dan biji-bijian lain yang bisa digali. Ia percaya bahwa dengan semangat mengeksplorasi, suatu saat orang Indonesia mampu menciptakan ribuan jenis tempe mentah baru, selayaknya orang Prancis yang bisa menciptakan ratusan jenis keju.
![]() |
Tempe yang dibuat dari berbagai kacang-kacangan dan biji-bijian. Foto: Dokumentasi Tempeman. |
Hal ini bisa terjadi karena tempe bukan hanya produk, tetapi juga merupakan proses fermentasi yang dibantu oleh jamur Rhizopus Oligosporus dan Rhizopus Orizae. Keduanya mengikat kacang-kacangan dan biji-bijian, serta menciptakan tempe dengan serabut putih dan tekstur yang mudah dipotong seperti yang kita kenal sekarang.
Di mata Benny, proses fermentasi ini membuat tempe menjadi spesial dan kontekstual. Dengan menduplikasi metode fermentasi asli Indonesia, semua orang jadi bisa menciptakan tempe sesuai dengan kesediaan sumber daya alam di daerahnya. Orang Meksiko misalnya, bisa membuat tempe dari garbanzo beans, sedangkan masyarakat Sigi di Sulawesi Tenggara bisa memanfaatkan kacang tanah yang dicampur dengan daun kelor. Pembungkusnya juga tak mesti dari daun pisang, karena ternyata daun kunyit, daun pandan, dan sisa kulit jagung pun bisa digunakan.
Eksplorasi bahan baku dan pembungkus alternatif seperti yang Benny lakukan sangat penting untuk ketahanan dan keberlanjutan pangan. Jika potensi ini digali lebih dalam, mungkin saja di masa depan kita bisa melepas ketergantungan pada satu jenis bahan baku. Apalagi sebagai bangsa pencinta tempe, kebutuhan kedelai kita meroket, sedangkan produksi kedelai dalam negeri terus menurun sejak swasembada pada 30 tahun yang lalu. Bahkan saat ini, 90% dari kebutuhan tersebut masih harus diimpor dari luar negeri.
Bersinergi dengan Petani Lokal
![]() |
Tempeman bekerja sama pengan petani di Jawa dan Bali untuk mendapatkan kedelai lokal berkualitas. Foto: Dokumentasi Tempeman |
Banyak alasan mengapa hasil panen kedelai lokal selalu lebih kecil daripada kebutuhan nasional. Jika ditelusuri, masalah tersebut akan nampak seperti lingkaran setan yang tiada ujung dan tiada pangkal.
Selain karena iklim di Indonesia yang kurang cocok untuk ditanami kedelai, petani kita juga enggan menanam biji-bijian yang satu ini karena dihargai rendah oleh tengkulak. Mereka pun lebih tertarik untuk menanam tanaman pangan lain yang dirasa lebih menguntungkan. Akibatnya pasokan kedelai lokal di pasaran berkurang.
Hal ini berdampak pada keputusan para produsen tempe. Mereka jadi lebih suka menggunakan kedelai impor karena mudah didapat dan harganya lebih terjangkau lantaran mendapatkan subsidi. Kalau sudah begini, lagi-lagi petani yang tertimpa tangga. Kedelai mereka tak laku, kecuali di tangan para tengkulak yang menawar dengan harga rendah. Bisa dibayangkan, lingkaran setan dari buruknya sistem pun terulang kembali.
Sebagai produsen, bisa dibilang Benny melawan arus. Ia memilih untuk tetap menggunakan kedelai lokal pada sebagian besar produk-produk tempenya. Dalam setahun, ia membeli enam ton kedelai dari petani lokal dengan harga yang lebih tinggi dari yang ditawarkan tengkulak. Ini memberikan petani kepastian ekonomi dan upah yang lebih adil.
“Kita komunikasi dengan petani lokal atau komunitas yang membina petani agar mereka dapat keuntungannya. Kalau kita belinya di tengkulak juga, petani tidak akan bertumbuh,” jelas Benny.
Di sisi lain, Benny juga mendapatkan keuntungan dari sinergi ini. Jika mendapatkan dukungan yang tepat, petani lokal rupanya bisa memberikan pasokan kedelai berkualitas tinggi, bebas GMO (bebas rekayasa genetika) dan bebas pestisida, sesuai yang dibutuhkan Benny. Para konsumennya yang merupakan golongan menengah ke atas–termasuk koki, atlet, dan warga asing di Bali–sangat mengapresiasi tempe produksinya karena dinilai lebih baik bagi kesehatan.
Di luar alasan bisnis, keputusannya untuk menggunakan kedelai lokal juga datang dari nilai-nilai yang ia perjuangkan. Meski suka berinovasi, Benny ingin agar orisinalitas tempe tetap terjaga. “Masa tempe yang asli Indonesia, kedelai nya malah dari Amerika?” ujarnya miris.
Tanpa kita sadari, tempe yang kita makan selama ini memang tempe dengan dua identitas, yakni Indonesia dan Amerika Serikat. Sang negeri Paman Sam sukses menjadi juara umum sebagai negara asal kedelai yang masuk ke negara kita. Sayangnya, sebagian besar kedelai ini merupakan tanaman GMO (tanaman rekayasa genetika) dan seringkali menggunakan pestisida.
Meskipun FDA, lembaga makanan dan obat-obatan Amerika, menyatakan kalau tanaman GMO aman dikonsumsi, banyak konsumen masih skeptis dengan efek kesehatan jangka panjangnya.
Mengangkat Citra Tempe dengan Mengatasi Dilema Sanitasi
![]() |
Karyawan Tempeman yang mengikuti standar kebersihan. Foto: Dokumentasi Tempeman. |
Benny menyadari bahwa untuk mengangkat citra tempe, bukan cuma bahan baku berkualitas saja yang dibutuhkan, tetapi proses produksi yang bersih juga harus diupayakan. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya praktik sanitasi bagi seluruh karyawan untuk memastikan keamanan dan kualitas produk-produk Tempeman.
Timnya bekerja di bawah kondisi lingkungan yang bersih, dan menggunakan kelengkapan kerja yang berpatutan, seperti sarung tangan, penutup kepala, celemek, serta masker jika diperlukan. Alat masak yang digunakan di rumah produksi pun terbuat dari baja tahan karat (stainless steel).
Walau terlihat sederhana, prosedur ini nyatanya belum dilakukan oleh semua pengrajin tempe. Masih banyak yang dari mereka yang terpaksa menggunakan drum bekas aspal untuk merebus kedelai karena terbentur modal dan pengetahuan. Padahal menurut laporan Badan Standardisasi Nasional, praktik ini meningkatkan resiko pencemaran logam karena drum tersebut rawan berkarat.
“Orang asing memandang proses produksi makanan sebagai sesuatu yang krusial, baik langkah maupun SOP (Standard Operational Procedure nya). Kalau ada yang terlewat, takutnya bisa terjadi keracunan makanan,” kata Benny.
Komitmennya ini berhasil membuka pintu-pintu kerjasama lain. Produk-produk Tempeman kini bisa dijumpai di sejumlah restoran dan hotel bintang lima di pulau Dewata. Produk-produk unggulan tersebut antara lain protein ball dan tempe cookies.
Pada hari kemerdekaan kemarin, Tempeman juga berkolaborasi dengan sebuah restoran di Ubud untuk mengadakan jamuan makan istimewa. Di hari ulang tahun Indonesia tersebut, tempe menjadi bintang utama di sepuluh sajian, mulai dari makanan pembuka hingga penutup. Tentu saja kolaborasi ini bisa terjadi karena baik Tempeman maupun restoran tersebut sama-sama percaya bahwa tempe layak bersinar dan menjadi sorotan dalam setiap hidangan.
![]() |
Salah satu menu tempe yang disajikan di restoran mewah di Bali. Foto: Dokumentasi Tempeman dan Restaurant Herbivore. |
Visi Tempe Mengglobal
![]() |
Benny (paling kanan) bersama peserta lokakarya pembuatan tempe dari mancanegara. Foto: Dokumentasi Tempeman |
Jika sanitasi sudah baik, maka peluang tempe untuk diterima masyarakat dunia juga semakin besar. Di tengah tren dunia yang kini kembali kepada makanan sehat dan natural, tempe adalah solusi tepat bagi masalah pemenuhan nutrisi di kancah global. Dengan harga yang lebih murah, tempe memiliki kandungan protein dan nutrisi lain yang tidak kalah dengan daging sapi.
Berbekal keyakinan tersebut, penerima penghargaan Semangat Astra Terpadu (SATU) Indonesia Awards tahun 2021 untuk bidang kewirausahaan ini, aktif memperkenalkan tempe kepada turis mancanegara di Bali melalui berbagai lokakarya. Ia mengajar teknik pembuatan tempe beserta cara mengolahnya agar menjadi lauk pauk yang lezat.
“Kalau orang asing pinginnya diajarin bikin tempe orek. Menurut mereka, enak banget, kayak granola kriuk-kriuk, tapi granola nya sweet and savory (manis dan gurih),” ungkapnya.Langkahnya bisa dikatakan tepat. Pasalnya, masyarakat internasional umumnya belum terbiasa memasak tempe. Jika kita merujuk ke mesin pencarian Google, pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dari mereka seringkali terdengar jenaka, seperti “Bagaimana cara memasak tempe agar enak? Apakah tempe perlu dikukus sebelum dimasak? Apakah tempe mentah boleh langsung dimakan?” dan lain sebagainya. Semua pertanyaan itu, tentu saja, ditulis dalam Bahasa Inggris.
Lokakarya ini tidak hanya membantu para warga asing mengenal tempe, tetapi juga membuka mata mereka akan potensi kulinernya yang tak terbatas. Ketika mereka sudah bisa mengolahnya dengan baik, kemungkinan besar mereka akan membeli tempe, lagi dan lagi. Bahkan mereka bisa turut menjadi duta yang mempromosikan sumber protein ini ke teman dan keluarga di negara masing-masing.
Sebelum tahun 2024 berakhir, Benny juga memiliki rencana untuk membuka restoran khusus tempe di Ubud yang ia beri nama Tempego. Ini adalah cita-cita besarnya yang sebentar lagi menjadi kenyataan. Di sana, pengunjung akan disajikan berbagai menu seasonal (musiman) berbahan baku tempe. Dibutuhkan kreativitas dan inovasi yang tinggi karena menu-menunya akan selalu berganti. Jika habis musim, sajian tersebut tak akan ada lagi. Tempego juga akan menjadi tempat Benny mempromosikan kekayaan tempe kepada dunia. Siapapun itu–baik turis asing maupun warga lokal–akan disambut untuk mengenal tempe lebih dalam.
Benny yakin, tempe yang dibanggakannya bisa menjadi alat diplomasi yang efektif. Tak perlu urat kawat dan tulang besi untuk menunjukkan kehebatan Indonesia kepada dunia. Tak perlu juga berkelahi. Cukup sajikan tempe orek di meja makan bersama dengan nasi kuning, niscaya suasana tegang mencair dan persahabatan terjalin.
Bersama, Berkarya, Berkelanjutan
Kisah Benny adalah pengingat bahwa di dunia nyata, setiap orang bisa menjadi pahlawan. Mereka bukan hanya ada di cerita komik maupun layar lebar Hollywood, tetapi juga ada di sekitar kita.
Tidak perlu menunggu memiliki kekuatan besar. Setiap individu, dengan kemampuan uniknya, bisa menjalin kekuatan dengan individu lain dan menjadi bagian dari solusi.
Benny berharap agar kita bisa ikut serta dalam rantai perjuangannya. "Cintai produk-produk dalam negeri," katanya. Sebuah pesan yang sering kita dengar, tetapi sulit dilakukan karena kadang perasaan inferior terhadap karya sendiri sudah terlanjur mengakar.
“Kita perlu bangga dulu dengan produk sendiri, dengan bahan-bahan lokal. Kalau kita sudah bangga, sudah on fire, ingin promosi ke orang lain pun akan lebih mudah,” ujarnya bersemangat.
Dengan kebanggaan yang dimilikinya, tak heran jika tempe–makanan yang sering diremehkan dan sering diasosiasikan dengan orang bermental lembek–bisa menjelma menjadi kuliner premium. Kolaborasi semakin menguatkan langkahnya. Bersama Tempeman, tempe tak hanya enak untuk dinikmati, tetapi juga dapat berkontribusi bagi kedaulatan pangan, kesehatan masyarakat dan kesejahteraan petani.
***
Dukung Tempeman di sini:
Youtube: Tempeman Official
Instagram: @tempeman.id
Website: https://tempeman.com/
Alamat: Jl. Raya Angantaka-Kutri, Angantaka,
Kec. Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali 80352
Referensi
Wawancara melalui Zoom Meeting dengan Benny Santoso pada 17 Oktober, 2024
Wawancara melalui WhatsApp dengan Benny Santoso pada 25 Oktober, 2024
https://www.kompas.com/s
kola/read/2023/05/29/150000969/jamur-yang-digunakan-untuk-pembuatan-tempe
https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2034-tempe-juga-masalah-bangsa
https://www.voaindonesia.com/a/menteri-pertanian-90-persen-kebutuhan-kedelai-dipenuhi-lewat-impor/6410366.html
https://www.fda.gov/food/agricultural-biotechnology/gmo-crops-animal-food-and-beyond
https://www.healthline.com/nutrition/is-soy-bad-for-you#concerns
https://www.bsn.go.id/uploads/download/Booklet_tempe-printed21.pdf
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/1/MjAxNSMx/impor-kedelai-menurut-negara-asal-utama--2017-2023.html
https://rri.co.id/index.php/features/707834/asal-usul-tempe-makanan-fermentasi-kebanggaan-indonesia
https://nationalgeographic.grid.id/read/13288318/cara-rumah-tempe-indonesia-menghasilkan-tempe-higienis
https://js.bsn.go.id/index.php/standardisasi/article/view/502
0 comments