Mentega Tengkawang: Rahasia Arcia Merawat Kulit dan Hutan Kita
Monday, April 28, 2025Ngomong-ngomong soal kecantikan, dunia beauty itu sebenarnya mirip dengan industri fashion: cepat, dinamis, dan penuh tren baru. Rasanya baru kemarin generasi milenial seperti saya dihebohkan dengan BB cream. Belum juga puas mencoba, muncul lagi tren CC cream, lalu sekarang cushion. Nggak lama, tren makeup mulai tergeser dengan demam skincare—semua orang berlomba punya kulit glowing alami minim pori. Ada yang berburu skincare Korea, ada yang mendukung brand lokal, bahkan ada juga yang nekat memakai produk abal-abal demi hasil instan bak editan. Wah... dunia beauty memang penuh godaan.
Sayangnya, industri ini tidak lepas dari kapitalisme—kejar-kejaran mencari untung sebanyak-banyaknya. Ketakutan kita terhadap penuaan atau "ketidaksempurnaan" dijadikan senjata. Bahkan kadang kita ditakuti-takuti untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan, hanya demi menjual lebih banyak produk. Parahnya lagi, bukan cuma mental dan kepercayaan diri kita yang menjadi sasaran kapitalisme, tetapi hutan-hutan kita dan dunia ikut jadi korban.
Sebagai contoh, demi memenuhi permintaan akan kelapa sawit—bahan umum dalam sabun, krim, bahkan lipstik—hutan-hutan tropis yang dulunya berdiri gagah harus rela ditumbangkan. Padahal, hutan bukan cuma deretan pepohonan, apalagi direndahkan peranannya sebagai “tempat jin buang anak." Ia adalah rumah bagi ribuan spesies, sumber air bersih, dan penyangga iklim dunia. Kalau semua ini terjaga, hak dan keadilan dasar kita semua pasti terjamin.
Arcia, Beauty that Rebuild
![]() |
Beberapa produk Arcia yang menggunakan bahan baku mentega tengkawang. Sumber: @arciaofficial.id |
Asli dari Kalimantan, brand beauty Arcia berusaha menjadi angin segar dengan menghadirkan produk kecantikan yang beriringan dengan kelestarian. It’s a beauty that rebuild, not destruct. Caranya? Dengan menggunakan potensi dan kekayaan hutan dari pulau terbesar di negara ini ke dalam produk-produk skincare mereka.
Arcia menggunakan mentega tengkawang sebagai bahan andalan. Berbeda dengan kelapa sawit, mentega tengkawang—atau dikenal juga sebagai illipe butter—berasal dari pohon tengkawang, tanaman asli Kalimantan. Jadi keberadaannya sudah pasti sesuai dan ramah terhadap ekosistem di sana. Sejak dulu, pohon ini tumbuh liar dan digunakan oleh masyarakat lokal untuk berbagai keperluan, seperti memasak dan merawat kulit. Buahnya banyak berjatuhan di lantai hutan, dipanen, lalu diolah menjadi mentega. Jadi tidak ada pohon yang harus ditebang.
Saat mendengar presentasi dari Mbak Yenni, founder Arcia, saya teringat artikel-artikel psikologi yang pernah saya baca. Sering kali, masalah bisa diselesaikan dengan melihat ke dalam diri sendiri. Ternyata, prinsip ini juga berlaku untuk problematika di negeri ini. Masalah deforestasi dan tekanan ekonomi tidak selalu harus dijawab dengan eksploitasi atau penggantian lahan besar-besaran. Kadang, jawabannya sudah ada di dalam hutan itu sendiri—dalam potensi alami yang mungkin selama ini luput dari perhatian. Tengkawang adalah salah satunya.
![]() |
Ini loh yang disebut mentega tengkawang :) |
Tentu, kita tetap butuh riset dan inovasi agar potensi ini benar-benar memberikan kepastian ekonomi sekaligus keberlanjutan. Misalnya, bagaimana meningkatkan produktivitas dan kualitas panen, serta memastikan bahan ini diterima oleh pasar dalam skala luas. Dengan adanya permintaan yang lebih besar, nilai ekonomi hutan menjadi lebih nampak, sehingga masyarakat lebih bersemangat untuk menjaganya.
Arcia adalah salah satu jenama pelopor dalam mengangkat bahan lokal sekaligus menciptakan dampak positif bagi hutan dan lingkungan. Sebagai konsumen lokal, semoga kita tidak terlambat untuk menyadari potensi yang sudah diperkenalkan oleh Arcia ini. Jangan sampai kita ketinggalan, lagi, dan lagi, seperti pada kasus moringa (daun kelor) yang tiba-tiba populer di dunia kesehatan barat, atau centella asiatica (pegagan), yang mendunia lewat skincare Korea—padahal tanaman ini sudah lama tumbuh liar di tepi-tepi sawah kita.
Intinya, riset adalah koentji untuk mengetahui dan mengoptimalkan potensi, sedangkan peran kita sebagai konsumen adalah membuat pilihan yang mendukung potensi tersebut.
Mencoba Produk Mentega Tengkawang
![]() |
Lip balm Buatanku, resepnya dari Arcia! |
Tidak lengkap kalau membahas mentega tengkawang tanpa mecoba produknya secara langsung. Beberapa waktu lalu, bersama teman-teman Eco Blogger Squad, saya sempat belajar membuat lip balm dari campuran mentega tengkawang, lilin lebah, minyak kelapa, dan vitamin E. Mbak Yenni terjun langsung sebagai pengajar. Resep dan langkah-langkahnya dijelaskan dengan detail, jadi prosesnya terasa gampang dan seru.
Waktu lip balm-nya jadi, jujur aja, hasilnya di luar ekspektasi! Teksturnya lembut banget dan enak di bibir, mirip sama merek lip balm asal Amerika yang sering jadi andalan saya. Kebetulan lip balm itu baru habis, jadi lip balm tengkawang ini resmi jadi andalan baru buat melembabkan bibir.
Kata Mbak Yenni, lip balm ini multifungsi juga, lho—bisa dipakai di kulit kering, mirip petroleum jelly. Bedanya, ini lebih ramah lingkungan karena bahannya alami, bukan dari bahan bakar fosil. Rasanya senang banget bisa pilih produk yang nggak cuma baik buat diri sendiri karena dibuat dari bahan-bahan natural, tapi juga baik buat bumi.
Tebakanku, mentega tengkawang bakal jadi the next big thing di dunia kecantikan. You hear it first from me! Hehe. Kedepannya, produk-produk berlabel “Illipe Butter” pasti bakal makin sering terdengar gaungnya.
Harapanku sih, semoga ini bukan cuma jadi tren yang datang dan pergi, tapi benar-benar jadi bahan baku andalan untuk menjaga kita—dan hutan kita—tetap cantik dan lestari.
*****
0 comments