Melestarikan Hutan, Memulihkan Harapan: Bersama Kabupaten Lestari Menuju Pembangunan Berkelanjutan
Monday, June 16, 2025Akhir-akhir ini, isu tentang lingkungan sering bikin emosi ya. Hutan kita ditebang, pulau kecil dikeruk, masyarakat adat disingkirkan, laut juga tercemar.
Dibalik kegiatan ekstraktif itu, kata “pembangunan” seringkali jadi kata sakti yang digunakan untuk menjustifikasi kerusakan. Kata “kemajuan” juga kerap direduksi menjadi sekadar kekayaan materi, tanpa melibatkan unsur kesetaraan, keadilan dan kelestarian negeri.
Tanpa disadari, realita yang seperti ini kadang bikin saya kesal dan putus asa. Susah rasanya membayangkan masa depan yang lestari kalau kerusakan terus digaungkan oleh pemimpin sendiri.
Tapi belakangan, harapan dan kepercayaan saya perlahan pulih, bahkan tumbuh kembali.
***
Semua itu berawal dari pertemuan saya dengan LTKL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari) dan teman-teman Eco Blogger Squad pada Sabtu lalu di Taman Ismail Marzuki. Pertemuan itu berhasil mengisi cawan optimisme saya, dari hopeless menjadi hopeful kembali.
Bagi yang belum tahu, LTKL adalah asosiasi kabupaten-kabupaten yang berasal dari enam provinsi di Indonesia. Mereka berkoalisi untuk mencapai misi yang sama, yaitu untuk melestarikan hutan demi kesejahteraan masyarakat.
Buat saya LTKL ini merupakan angin segar, karena ternyata masih ada aparatur pemerintah daerah yang begitu serius merawat alam untuk kemaslahatan semua.
Saat ini, sudah ada sembilan kabupaten yang tergabung dalam LTKL:
Kabupaten Aceh Tamiang
Kabupaten Siak
Kabupaten Musi Banyuasin
Kabupaten Sanggau
Kabupaten Sintang
Kabupaten Kapuas Hulu
Kabupaten Sigi
Kabupaten Gorontalo
Kabupaten Bone Bolango
9 Kabupaten dari 6 provinsi yang terkabung dalam Kabupaten Lestari |
Misi yang diusung oleh kesembilan kabupaten ini tentu tidak mudah. Di saat daerah lain mengorbankan tanah, air, dan udaranya untuk kemajuan sesaat, koalisi ini justru tidak mau terjebak pada narasi pembangunan yang merusak.
Kesadaran ini membuat mereka sepakat untuk menjalankan ekonomi restoratif, yaitu pendekatan pembangunan yang tidak hanya mengejar keuntungan, tapi juga peduli pada manusia dan kelestarian Bumi.
Dalam menjalankan ekonomi restoratif, ada prinsip-prinsip yang mereka pegang:
Ambang batas (threshold): kesadaran bahwa alam ada batasnya, dan jika dimanfaatkan terus-menerus tanpa perawatan, lambat laun akan rusak.
Inklusi sosial: masyarakat adat, perempuan, dan kelompok rentan dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan akses manfaat.
Protect and Restore: setiap kebijakan dan pembangunan harus melindungi sekaligus merestorasi ekosistem.
Nilai tambah: setiap potensi lokal diberi nilai ekonomi yang berkelanjutan. Salah satunya yaitu dengan melakukan riset dan inovasi terhadap bahan pangan dari hutan.
Riset dan Inovasi Untuk Pangan Berkelanjutan
Bagi LTKL, hutan bukan sekadar lahan kosong yang menunggu ditebang, tapi merupakan ruang hidup yang penuh potensi. Bukan hanya dari sisi ekonomi, tapi juga potensi kultural, ekologis, dan sosial.
LTKL juga menunjukkan bahwa hutan bisa menjadi sumber makanan bergizi, sehat, dan berkelanjutan. Sebetulnya ini bukan ide baru, Masyarakat Adat sudah melakukannya sejak lama. Namun, LTKL mengangkat kembali praktik itu ke permukaan, melakukan riset, dan memberikan nilai tambah kepada hasil hutan agar bisa menopang ekonomi lokal tanpa merusak lingkungan.
Salah satu contoh dari hasil riset dan inovasi tersebut adalah BISCHO, biskuit dari ikan gabus yang kaya protein dan omega 3. Ikan gabus banyak ditemukan di perairan yang menjadi bagian dari ekosistem hutan. Dengan diolah menjadi biskuit, ikan ini tidak hanya jadi lebih tahan lama, tapi juga bisa menjadi solusi gizi untuk anak-anak dan ibu hamil. Hasil penjualannya juga memberikan tambahan pendapatan keoada masyarakat.
![]() |
BISCHO, biskuit dari ikan gabus yang merupakan salah satu hasil riset dan inovasi LTKL. |
Contoh lainnya adalah sengkubak, tanaman aromatik khas Kalimantan Barat. Sengkubak memiliki cita rasa umami dan berpotensi menjadi pengganti MSG alami. Tapi proses ini masih butuh riset, karena rasa dan aroma terbaiknya harus dipelajari lebih lanjut. Kabar baiknya, LTKL mendukung proses itu.
Blueprint Pembangunan
LTKL tidak berjalan sendirian dalam mewujudkan pembangunan yang ramah lingkungan. Mereka bekerjasama dengan banyak pihak, seperti lembaga riset, kampus, UMKM, sampai organisasi masyarakat. Dari pengalaman mereka di lapangan, LTKL membuat Blueprint Kabupaten Lestari, yaitu panduan untuk mengelola alam dan pembangunan secara seimbang antara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Mereka ingin agar “resep” pembangunan berkelanjutan yang telah mereka laksanakan bisa diduplikasi oleh kabupaten-kabupaten lain dan membawa banyak kebaikan. Dengan begitu, daerah lain bisa lebih cepat belajar dan menjalankan cara pembangunan yang ramah lingkungan dan adil bagi semua.
Hebat, ya!
***
Pertemuan dengan LTKL hari itu mengingatkan saya bahwa masih banyak orang baik yang bekerja dalam senyap demi Indonesia yang lebih maju, adil dan lestari.
Kalau kamu pernah merasa putus asa seperti saya, atau lagi butuh asupan mental yang positif, coba deh tengok aktivitas mereka di @kabupatenlestari. Siapa tahu, harapanmu juga bisa tumbuh kembali.
![]() |
Selain berdiskusi soal pangan lestari, hari itu kami juga bersama-sama membuat kolase dari material alam dan bahan-bahan bekas. Sampai jumpa di Festival Lestari 2026! |
0 comments