Zhang Yin, Wanita di Balik Perdagangan Sampah Dunia

Friday, March 18, 2022

Perdagangan Sampah Dunia

Banyak yang tidak menyadari, bahwa sampah daur ulang memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Di negara kita saja, ada sekitar 3,7 juta masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor ini.


Dalam ruang lingkup dunia, sampah juga merupakan multi billion dollar industry. Sampah mendatangkan banyak cuan, bahkan bisa melahirkan salah satu orang terkaya di bumi: Zhang Yin.



Siapa Zhang Yin?


Setiap negara pasti menghasilkan sampah. Tapi  cara mereka mengelolanya berbeda-beda. Sebagian negara mendaur ulang sendiri sampah-sampahnya di dalam negeri. Namun ada pula yang menjualnya ke negara lain untuk diproses kembali menjadi benda baru.


Bisnis jual-beli sampah internasional seperti yang kita kenal saat ini, mungkin tidak akan pernah terjadi tanpa campur tangan Zhang Yin, seorang pengusaha wanita asal Cina. Ia adalah wirausaha pertama yang memiliki ide untuk membeli sampah daur ulang, lalu menjualnya lagi ke negara di seberang lautan.


Lebih dari tiga dekade yang lalu, Zhang Yin merantau ke Los Angeles dan menguji peruntungannya di negeri Paman Sam. Bersama suaminya, ia mendirikan perusahaan pengepul kertas bekas yang dinamakan America Chung Nam. Bisnisnya persis seperti pengepul sampah di Indonesia yang mengumpulkan material kardus bekas dari pemulung. Bedanya, Zhang Yin mendapatkan aneka kertas bekas dari perusahaan scrap yard dan penyedia jasa daur ulang.


Dari Sampah jadi Cuan


Pada tahun 1989, industri di Cina sedang tumbuh pesat. Cina membutuhkan banyak kotak kemasan untuk mengepak barang-barang made in China yang akan dikirim ke seluruh dunia. Masalahnya, saat itu hutan-hutan di Cina sedang mengalami deforestasi. Cina tidak boleh menebang lebih banyak pohon-pohonnya sebagai material pembuat kotak kemasan.


Zhang Yin melihat sampah-sampah kertas di Amerika bisa menjadi solusi bagi negaranya. Jika tidak boleh menebang hutan, maka daur ulang saja kertas-kertas yang ada!


Menurutnya, kertas bekas di Amerika sangat baik mutunya. Zhang Yin pun bekerja semakin keras, mencari lebih banyak kardus bekas, mendatangi setiap scrap yard, dan menjual kembali material tersebut kepada pelaku industri di Cina.


Pada masa itu, Zhang Yin juga menemukan fakta bahwa setiap kali Cina mengirimkan barang ke Amerika, peti kemasnya akan kembali ke negara tirai Bambu tersebut dalam keadaan kosong. Kondisi ini dimanfaatkan dengan sangat cerdas oleh Zhang Yin. Ia memuat kargo yang tidak ada isinya tersebut dengan material kertas bekas. Perusahaannya pun bisa menghemat banyak biaya pengiriman.


Tahun 1995, Zhang Yin melebarkan sayap bisnisnya. Ia mendirikan perusahaan baru yang diberi nama Nine Dragons. Jika sebelumnya ia hanya menyuplai sampah kertas, kali ini Zhang Yin menggunakan sendiri material bekas tersebut sebagai bahan baku pembuatan kotak kemasan di pabrik rintisannya. 


Bisnis Zhang Yin berkembang secara fenomenal. Pada tahun 2010, Zhang Yin pun dinobatkan sebagai salah satu manusia terkaya di dunia. Perusahaannya, Nine Dragons juga telah menjelma menjadi perusahaan kertas terbesar di Asia.


Jejak Zhang Yin di Dunia


Setelah Zhang Yin berhasil membuka jalur perdagangan sampah internasional, pemain-pemain baru yang bergerak di bidang daur ulang juga semakin marak. Permintaan akan kertas bekas pun semakin tinggi. Selain Amerika, negara maju lain seperti Inggris, Kanada dan Australia turut mengirim sampah-sampahnya ke daratan Cina.


Namun tiga dekade kemudian, Cina mulai khawatir dengan dampak buruk sampah-sampah kiriman ini. Seiring berjalannya waktu, kualitas material tersebut menurun. Bukan hanya berisi bahan baku daur ulang, tetapi juga sampah lain yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. 


Pada tahun 2017 yang lalu, Cina mulai mengambil langkah nyata dengan membatasi jumlah sampah yang masuk ke negaranya. Dan pada tahun 2018, peraturannya bahkan dibuat semakin ketat. Cina hanya menerima 1% dari total sampah yang diterimanya pada tahun 2016. Dengan peraturan baru ini, hanya kontainer dengan tingkat kontaminasi maksimal 0.5% yang diizinkan berlabuh, namun dunia masih kesulitan memenuhi standar tersebut.


Alur perdagangan sampah dunia menjadi kacau. Negara maju maupun negara berkembang terkena dampaknya. 


Bayangkan jika tiba-tiba sampah rumah tangga kita tidak diangkut berhari-hari oleh tukang sampah karena TPSA (Tempat Pembuangan Sampah Akhir) sudah penuh kapasitasnya? Pasti membuat pusing, bukan?


Itulah yang dirasakan oleh negara maju atas keputusan Cina. Mereka menghasilkan banyak sampah, namun sudah terlalu bergantung pada Cina untuk mengelolanya. Sampah mereka menumpuk. Mereka pun mencari jalan lain, yakni menjual sampah daur ulang tersebut ke negara Asia Tenggara. Sebagian melalui jalur legal, tapi ada juga mafia-mafia sampah yang membantu mengirimkan sampah tersebut ke negara berkembang (termasuk Indonesia) secara ilegal. Mereka membuat TPSA tanpa izin dan membuang sampah-sampah tersebut begitu saja.


Antara Cuan dan Ekonomi


Dengan kebijakan baru Cina ini, bisa dibilang Indonesia akan kedatangan semakin banyak kontainer sampah dari dua arus. Pertama, dari kiriman negara maju yang mencari lokasi alternatif. Kedua, dari investasi pabrik kertas yang didirikan oleh Nine Dragons di negara kita.


Ya, sebagai respon perusahaan tersebut atas larangan masuknya sampah ke Cina, Flying Dragons (perusahaan dalam grup Nine Dragons) akan mendirikan pabrik kertas di Indonesia. Mereka melakukan investasi sebesar $1miliar Dollar atau setara dengan Rp14 triliun ke Indonesia. Artinya, suka tidak suka, negara kita harus menerima kiriman sampah kertas untuk di daur ulang. Ini adalah konsekuensi yang tak bisa dielakkan dari pendanaan Nine Dragons tersebut. Namun, siapa yang bisa menjamin bahwa peti kemas yang akan tiba di negara kita betul-betul berisi bahan baku, tanpa adanya kontaminasi dan sampah-sampah berbahaya lain?


***


Lingkungan sudah terancam, tapi nilai ekonomi dari sampah terlalu besar. Bisa jadi, inilah penyebab mengapa perdagangan sampah antar negara sulit dihentikan. 


Namun, apakah ini semua sepadan?


***


Referensi


Garbology: Our Dirty Love Affair with Trash by Edward Humes 


https://www.npr.org/sections/goatsandsoda/2019/03/13/702501726/where-will-your-plastic-trash-go-now-that-china-doesnt-want-it


https://katadata.co.id/pingitaria/berita/602e24ae7e1c0/produsen-kertas-tiongkok-bakal-investasi-rp-14-triliun-di-indonesia


https://asia.nikkei.com/Business/Materials/The-paper-queen-s-gambit-China-s-Nine-Dragons-bets-on-Southeast-Asia


https://news.mongabay.com/2021/03/indonesia-pulp-paper-new-investment-demand-deforestation/


https://kumparan.com/kepripedia/mafia-import-sampah-di-kota-batam-diduga-tanpa-pajak-1rO62iKf7TR/full


https://www.voaindonesia.com/a/china-kurangi-impor-sampah-untuk-daur-ulang/4837988.html


https://www.cfr.org/in-brief/trash-trade-wars-southeast-asias-problem-worlds-waste


https://www.nytimes.com/2019/06/07/world/asia/asia-trash.html

You Might Also Like

0 comments

MY SCIENCE EDUCATION WEBSITE

A Member of

A Member of

Komunitas