Kebakaran Hutan dan Kutukan Tujuh Turunan

Tuesday, August 29, 2023

Dikisahkan dalam cerita rakyat Minang, Malin Kundang yang durhaka pada ibunya dikutuk menjadi batu. Dulu sewaktu kecil, cerita fiksi ini cukup membuat saya bergidik. Tapi setelah dewasa, saya sadar kalau ternyata ada kutukan yang jauh lebih mengerikan, sulit untuk diputus mata rantainya, dan bisa berlanjut hingga tujuh turunan!


Tidak percaya? Lihat saja peristiwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sering terjadi di negara kita. Akibat individu yang durhaka pada alam, kita semua pun terkena kutukan hingga generasi berikutnya! Jiwa-jiwa yang tak berdosa pun turut menjadi korban. Siapa yang berbuat, belum tentu dia yang terkena batunya.


Sejarah Kutukan Karhutla di Indonesia


Ada beberapa periode datangnya kutukan ini. Tapi yang paling bersejarah tentunya yang terbesar seperti yang terjadi pada tahun 1997, 2015, dan 2019. Negara kita dibuat gonjang-ganjing olehnya. 


Kutukan Tahun 1997-1998


Delapan bulan lamanya kutukan asap itu datang. Juli 1997 hingga Februari 1998. Inilah periode awal karhutla besar yang tercatat dalam sejarah Indonesia dan mulai ramai diperbincangkan. Saat itu pemerintah membuka lahan besar-besaran demi program ketahanan pangan. Lahan gambut pun dibabat. 


Tujuan mulia tersebut berakhir dengan karhutla tragis. Dari kejadian ini, negara kita mengalami kerugian senilai 674-799 JUTA DOLAR hanya dari kabut asapnya saja. Uang negara semakin habis hanya untuk memadamkan kobaran api di 24 provinsi yang luasnya mencapai 11.7 juta hektar. Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk pembangunan malah boncos begitu saja.


Saat Karhutla berlangsung, Indonesia turut didera krisis moneter yang memporak-porandakan ekonominya. Bayangkan carut-marutnya kondisi saat itu! Sudah jatuh, tertimpa tangga!


Masyarakat pun tentu saja terkena imbasnya. Sebuah pesawat jatuh di Sibolangit akibat kabut asap, dan menewaskan 234 penumpang. Di lokasi lain, ratusan warga di Papua meregang nyawa karena transportasi yang memasok makanan ke desa mereka terhenti oleh kabut asap. 


Kutukan Tahun 2015 dan 2019


Lagi-lagi musibah itu datang. Tahun 2015, sebanyak 32 provinsi dari Sumatra sampai Papua terkena dampaknya. Bukan udara bersih yang dihirup oleh rakyat, tapi udara yang tercampur racun pembakaran seperti karbondioksida, sianida dan amonia. Tak ayal sebanyak 500 ribu warga terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut).


Pada situasi seperti ini, anak-anak tentunya harus berdiam di rumah. Tidak sekolah, tidak pula ideal untuk bermain di luar ruang. Tercabut sudah fitrah mereka untuk belajar dan mengeksplorasi sekitar. 


Karhutla tahun 2019 lebih legendaris lagi. Masih lekat dalam ingatan bagaimana teman-teman Indonesia saya yang berdomisili di Kuala Lumpur, Malaysia mengeluhkan kabut asap kiriman. Menurut mereka, baunya sangat kuat dan terasa dekat, seperti ada orang yang membakar sampah di sekitar kita. Padahal jarak antara kedua lokasi begitu berjauhan.


Jika yang di Malaysia saja sampai misah-misuh, bagaimana pula dengan saudara-saudara kita di Kalimantan dan Sumatra yang betul-betul berada disana? Tidakkah kita iba? Jangan sampai mental "tak apa asal bukan kita yang terkena musibah" tercipta. Sejatinya, Indonesia bukan hanya tentang Jakarta maupun pulau Jawa.


Sudah Tiga Generasi


Sejak karhutla besar tahun 1997 lalu,  setidaknya tiga generasi telah terdampak. Sudah 26 tahun kita dihantui kebakaran hutan. Ayah-Ibu kita terkena imbasnya, kita si millennial juga terkena asapnya, dan sekarang anak-anak kita juga terkena penyakit yang dibawanya.

 

Bukan hanya ekonomi dan kesehatan, tapi karhutla juga menyebabkan kerugian ekologis dan iklim. Keanekaragaman hayati atau flora dan fauna yang menjaga keseimbangan alam terpaksa musnah, dan berton-ton karbondioksida terlepas ke udara. Dunia jadi kesulitan menekan laju kenaikan suhu globalnya.


Mengenal Gambut yang Sering disebut


Jika ada berita karhutla, hutan gambut sudah pasti disebut. Mengapa? Karena gambut adalah juru kunci, tokoh yang harus pertama kali diselamatkan jika ingin kutukan ini berakhir.


Tapi sebetulnya apa itu gambut? Sebagai warga Jakarta, sejujurnya saya pun merasa asing dengan jenis hutan ini. Padahal gambut Indonesia sungguh istimewa. Ia merupakan hutan gambut di wilayah tropis terbesar di dunia


Bentuk dan tatanan ekologis hutan gambut berbeda dengan hutan hujan tropis yang biasa kita temui di pulau Jawa. Biasanya lahan gambut terdapat di Sumatra, Kalimantan dan Papua.


Secara alami, hutan gambut merupakan lahan yang basah sepanjang tahun. Letaknya berada di cekungan, seperti rawa, antara sungai, maupun wilayah pesisir. Material pembentuknya berupa bahan organik (daun, kayu, jasad binatang) yang tidak terdekomposisi dengan sempurna karena terendam air selama jutaan tahun. 


Karena sifatnya yang basah tersebut, hutan gambut menjadi kurang subur. Banyak yang salah kaprah dan menganggapnya tidak berguna, padahal gambut merupakan penyimpan karbon yang baik dan mesin alam yang fenomenal. Jika lahan gambut dialihfungsikan, karbon tersebut akan terlepas lagi ke udara.


Dengan kata lain, gambut adalah salah satu lapisan pertahanan kita dari pemanasan global.


Mengapa Karhutla Kerap Datang?


Rusaknya lahan gambut merupakan penyebab nomor wahid kebakaran hutan. Gambut yang semestinya basah ini malah dikeringkan, lalu lahannya digunakan untuk keperluan lain, seperti pekebunan sawit, area food estate, perumahan, dan sebagainya.


Lahan gambut yang telah beralih fungsipun menjadi kering dan mudah terbakar. Ada yang dibakar dengan sengaja untuk pembukaan lahan, ada pula yang dilahap api karena panas di musim kemarau.


Gambut menjadi semakin mudah terbakar karena ia berpori atau berongga jarang. Api pun menjadi cepat membesar dan sulit untuk betul-betul ditawan. Seringnya, api di bagian atas dikira padam, padahal di bagian bawahnya masih terdapat bara atau titik-titik api yang siap untuk berkobar.


Sumber: pantau gambut

Memutus Mata Rantai Kutukan


Mau sampai kapan kutukan ini menghantui anak-cucu kita? Tidakkah kita ingin memutus mata rantainya?


Kabar baiknya, kutukan ini bukan diberi, tapi kita yang mengundang sendiri! Jadi untuk menghentikannya, kita bisa berkolaborasi #BersamaBergerakBerdaya agar Indonesia merdeka dari kebakaran hutan dan lahan.


Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengontrol kebakaran, seperti melakukan pemadaman manual, mengeluarkan bom air, memodifikasi cuaca dll. Tapi tiada upaya yang paling baik selain kita semua melek informasi mengenai hutan istimewa kita yang satu ini. Dengan begitu kita bisa mencegah terjadinya titik-titik api dengan mendesak pemangku kebijakan membuat peraturan yang lebih baik terkait perizinan penggunaan lahan gambut.


Jika Rantai Kutukan Berakhir


Dalam beberapa minggu ini Jakarta sudah kehilangan langit birunya, udara pun kotor berpolusi. Jika kita sudah merasa depresi dengan kondisi ini, bayangkan saudara-saudara kita yang terkena karhutla, kondisinya lebih parah lagi.


Saat kutukan karhutla berakhir, langit akan terbuka dan biru lagi. Flora dan fauna kembali, ekosistem seimbang lagi, dan Bumi menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Saya yakin, generasi berikutnya akan tersenyum dan berterima kasih. 

You Might Also Like

0 comments

MY SCIENCE EDUCATION WEBSITE

A Member of

A Member of

Komunitas